Selasa, 08 Maret 2011

Tanggung Jawab Pernikahan

Membagi tanggung jawab dalam pernikahan mencakup banyak aspek dan yang termudah di antaranya adalah tanggung jawab yang bersifat kasatmata. Bagian yang sulit adalah membagi tanggung jawab untuk hal-hal yang tidak kasatmata namun jelas di mata.
Salah satu cara memandang pernikahan ialah melihanya sebagai suaru transaks. Transaksi adalah suatu pertukaran, baik itu jasa maupun bena. Pernikahan dapat dilihat sebagai transaksi sebab masing-masing pihak, istri atau suami, diharapkan untuk memberi dan mengharapkan untuk menerima sesuatu dari pasangannya. Sebenarnya, bukan saja kita mengharapkan; sesungguhnya, kitapun menuntut pasangan kita untuk memberikan yang kita harapkan itu. Dengan kata lain, kita menuntut tanggung jawabnya untuk melunasi bagian dari transaksi yang kita sebut, pernikahan.
Membagi tanggung jawab dalam pernikahan mencakup banyak aspek dan yang termudah di antaranya adalah tanggung jawab yang bersifat kasatmata, seperti, siapa yang menyeterika, siapa yang mematikan lampu pada malam hari, siapa yang memasak, dan sebagainya. Bagian yang sulit adalah membagi tanggung jawab untuk hal-hal yang tidak kasatmata namun jelas di mata, seperti siapa yang memulai percakapan setelah pertengkaran, siapa yang merayu terlebih dahulu sebelum hubungan intim dilakukan, siapa yang mengalah tatkala dua kepentingan bertabrakan, apa yang harus dilakukan jika anak bermasalah, dan sederet daftar panjang lainnya. Kalau disarikan, pada intinya kita mengharapkan pasangan kita untuk mengerti isi hati kita dan melakukannya sesuai kehendak kita.
Mengerti isi hati sudah tentu merupakan daerah yang sangat luas tanpa batas dan celakanya, tidak habis-habisnya serta sangat dipengaruhi oleh pelbagai faktor luar. Misalnya, kapankah kita membutuhkan belaian tangan pasangan kita? sudah tentu pertanyaan ini dapat dijawab dengan gampang, "Oh, saat kita bersedih hati." Namun, apakah kita selalu membutuhkan belaian tangan pasangan kita setiap saat kita beredih? Saya kira jawabannya adalah, sudah tentu tidak selalu. Permintaan atau tuntutan untuk dibelai bergantung pasa misalnya, apakah saat itu kita atau oleh peristiwa yang melibatkan orang lain. Bisa jadi, kita tidak rela menerima belaian tangannya bila dialah yang membuat kita bersedih. Atau, kita justru menginginkan belaian tangannya karena belaian itu menandakan penyesalan yang telah membuat hati kita bersedih.
Sekali lagi saya ulangi. Membagi tanggung jawab untuk hal-hal yang bersifat fisik jauh lebih mudah dibanding dengan membagi tanggung jawab untuk hal-hal yang bersifat emoional. Malangnya, pembagian tugas yang bersifat fisik hanyalah mencakup persentase yang relatif kecil ketimbang tanggung jawab untuk hal-hal yang bersifat emosional. Sering kali kemarahan yang muncul merupakan reaksi atas tidak terpenuhinya tanggung jawab yang bersifat emosional ini. Kita marah sebab dia tidak mengerti isi hati kita, sudah tentu dia akan melakukan yang kita harapkan atau sebaliknya, dia tidak akan melakukan tindakan yang tidak kita harapkan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar